Berharap jika mata ini kembali terbuka dapat melihat
harapan aku untuk bersamamu, mata ini
telah berulang kali untuk terbuka namun tidak terlihat secerca harapan untuk
bersamamu. Tatapanmu yang begitu tajam ketika melihatku kini tidak akan pernah
untuk aku lihat kembali, suaramu yang dapat membuatku tersentak kini juga tak
dapat untuk aku dengar sekarang hanya tinggal bayang-bayang dirimu yang melekat
kedalam pikiranku.
Apa yang harus aku lakukan dengan bayang-bayang ini?
Menghapusnya.. aku tidak mampu untuk melakukan itu, terus memendamnya.. itu
juga tidak akan untuk bertahan lama, bayang-bayangmu akan memecah seperti
gumpalan busa yang hanya meninggalkan goresan-goresan air yang memedihkan.
Mengapa bukan aku yang kau pilih? Diriku dan dirinya sama hanya saja profesi
yang membedakan kami. Cukup.., cukup sudah kau berikan goresan-goresan luka ini
terhadapku aku sudah merasakan sangat terluka jangan kau gores lagi luka-luka
ini dengan semua sikapmu kau selalu melukainya tapi setelah kau lukai kau
selalu mengobatinya. Apa? Apa ini semua? Apakah kau seolah sedang memainkan
sandiwara? Tapi mengapa harus aku yang terlibat dalam sandiwara ini? Melukai
dan mengobati itu yang selalu kau lakukan. Aku membutuhkan obat darimu, hal
itulah satu alasan kuat untukku tidak menjauh darimu. Tapi, sampai kapan aku
harus menanti obat sesungguhnya darimu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar