Senin, 08 Juni 2015

Izinkan Aku Melihatmu


   Perpisahan adalah suatu proses dimana kita tidak dapat melihat, mendengar, merasakan sesuatu langsung melalui indra kita. Setiap orang memiliki berbagai macam makna dari suatu perpisahan, ada yang merasakan senang, sedih dan takut. Dari ketiga sifat tersebut yang paling sering dirasakan adalah sedih. Dan didalam prinsip diri aku sendiri tidak ada kata “perpisahan” aku membenci kata tersebut.. karena menurut aku perpisahan itu hanyalah sebuah tindakan konyol yang sangat lemah. Perpisahan bagiku hanya dapat dirasakan sekali oleh manusia yaitu ketika manusia tidak dapat menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dibumi ini lagi.

   Tepuk tangan riuh terdengar didalam kelas setelah aku membacakan definisiku tentang perpisahan.Terkadang aku juga merasa bingung, aku merasa sedang tidak melakukan suatu hal yang menurutku istimewa, tapi mengapa mereka dengan mudahnya memberikan aku applause, aku hanya memberikan coretan yang aku sendiri tidak ketahui maknanya tapi mengapa mereka seolah merasa takjub atas apa yang baru aku sampaikan sungguh suatu tindakan yang tidak mencerminkan sebagai juri yang baik. Nilai 85 yang aku peroleh diatas rata-rata temanku yang lain itu juga tidak mampu untuk membuat diriku bangga akan hasil yang telah aku peroleh. Bagiku melakukan sesuatu yang sangat mudah untuk dilakukan itu bukanlah suatu tindakan yang dapat untuk dibanggakan.

   Matahari telah berada di arah barat, angin kini tidak lagi berhembus seperti biasanya yang dapat menghembuskan ribuan abu kearah jendelaku hari ini alam telah berjanji untuk bersahabat denganku, ku buka tirai jendela bunga-bunga menari kekanan dan kekiri, hewan disekitarpun ikut memeriahkan sore ini. Ku pejamkan mataku sambil mengirup udara bersih yang ada di sekeilingku, ini semua dapat menghapus kepenatanku yang tejadi disekolah tadi.  Dari jarak 10 m terlihat segerombolan anak yang sedang bersepeda, mereka terlihat begitu sangat bahagia, tidak terlihat setitik bebanpun yang sedang mereka tanggung, senyum ikhlas ditambah candaan mereka itu menjadi nilai tambah untuk meyakinkanku bahwa mereka tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan.

   “It's crazy how much things has changed since last year, I just wanna my life will be better then yesterday”  canda yang baru saja mereka perlihatkan kepadaku membuat aku kembali mengingat apa yang telah terjadi setahun lalu terhadap diriku. Jika saja pada waktu itu aku tidak memaksanya untuk menjemputku disekolah mungkin ini bakalan tidak terjadi. Aku marah akan keegoisanku aku marah mengapa aku tidak dapat menentang keegoisanku ini, aku marah mengapa aku baru menyadarinya setelah semua itu terjadi. Sekarang tinggal bayang-bayang penyesalan itu yang selalu menghantuiku. Aku semakin tidak mengenal diriku bahkan sekarang hampir sepenuhnya, aku merasa ada sosok lain yang telah menggantikan jiwa ini.

   “Ria tutup jendelanya udah ditungguin ama papa tuh untuk makan malam”
10 menit setelah mama memanggilku baru aku keluar dari kamar menuju meja makan, ini sudah menjadi kebiasaan yang aku lakukan ketika tiba waktu makan malam, aku ingin selalu dianggap oleh papa dan mama dengan menungguku di meja makan itu membuat aku percaya jika aku dianggap ada oleh mereka dirumah ini. Sebenarnya sikap itu bukanlah sikap murni yang dimiliki oleh diriku, sekarang aku begitu sangat berbeda dengan aku yang setahun lalu tepatnya sebelum kejadian itu terjadi.Sekarang aku tidak pernah merasakan akan kebahagiaan itu lagi, aku juga tidak pernah untuk tersenyum, tidak ada lagi kata-kata yang mengucapkan salam ketika berkumpul dimeja makan, aku sekarang merasa lebih nyaman jika aku hanya  berdiam diri tidak mengucapkan kata-kata yang menurutku itu tidak penting tapi penting untuk orang yang ada disekelilingku. Aku selau membuat mereka mencemaskanku, hal itu aku lakukan dengan sengaja aku berharap dengan kecemasan dan perhatian dari mereka itu dapat mengembalikan jiwaku seperti sebelumnya.

   Ayam goreng crispy makanan kesukaanku itu telah tertata rapi didalam piring putih yang lumayan besar, mama selalu menyediakannya untukku pada saat waktu makan, mama juga sering marah sama papa jika papa ingin mengambil sebagian dari ayam itu. Mama langsung mengangkat piring yang berisi ayam tersebut sambil mengatakan “jangan diganggu ini punya Ria, ntar dia kurang”  aku tak pernah lagi untuk makan bahkan menyentuh ayam itu, aku selalu mengambil menu lain yang disediakan mama dan membiarkan ayam itu untuk tidak dimakan. Tapi tidak pernah sedikitpun ketika makan tidak ada menu ayam chrispy di mejamakan. Mama selalu menyediakannya untukku dan mama tidak pernah merasa lelah untuk masak ayam itu walau aku tidak memakannya.

   “malam sayang, gimana tadi disekolah? Ada pelajaran yang sulit? Kamu dapat nilai berapa tadi disekolah? Atau ada materi baru yang di pelajari?” aku hanya diam dan langsung duduk di kursi sambil memegang gelas dan menuang air putih di gelasku, aku bahkan tidak merespon pertanyaan-pertanyaan dari papa tadi. Mama telah mempersiapkan nasiku di dalam piring dan tentunya ayam goreng chrispy itu sudah berada didekatku. Seperti biasa ayam itu bahkan tidak sedikitpun aku sentuh, aku malah mengurangi porsi nasi yang ada didalam piringku. “loh, kok dikurangi sayang? Itukan nasinya gak banyak jangan dikurangi lagi ntar kamu malah sakit”   “ketika mengurangi porsi makan dan menyebabkan aku sakit, apa itu suatu tindakan yang dapat membuat kita berpisah? Enggak kan? Aku masih disini mah, aku tidak akan pergi dan tidak ada kata perpisahan diantara kita jika aku hanya mengurangi porsi makan aku ini, dan mengapa bukan aku saja yang menggantikan dia? Toh aku hanya dapat membuat masalah untuk semuanya”   “stop sayang! Jangan bahas masalah itu lagi, yang lalu biarlah berlalu, Tuhan telah merencanakan ini semua dan Tuhan memiki maksud dari semua ini. Ingat setiap cobaan yang diberikan Tuhan kepada hambanya pasti memiliki suatu sisi yang tentunya itu terbaik untuk kita. Kamu masih memiliki papa dan mama yang selalu menyayangimu sampai kapanpun”    papa langsung memelukku, aku tidak dapat menahan diri ini untuk menghindar, aku merindukan  semua kehangatan dari orangtuaku sehingga aku hanya bisa mernangis diatas bahu papa dan mama juga ikut memelukku.

   Aku juga bingung mengapa aku masih throma dengan masalah itu, padahal kejadian itu terlah berlalu setahun yang lalu. Meskinya aku dapat move on dari semua ini tapi aku tidak bisa, aku telah berusaha melakukkannya, semakin aku mencoba untuk melupakannya semakin hati ini tidak dapat melepasnya. Aku merasa jika  dia itu adalah racun yang  telah menyatu dengan darahku jadi ketika aku mencoba untuk melepasnya aku merasakan rasa yang begitu amat sakit mungkin karena jantungku tidak dapat memompa darah karena darah yang aku miliki telah aku buang, jadi aku tidak bisa melakukannya. Namun, jika aku biarkan racun ini dapat terus menyebar keseluruh organ tubuhku.  aku harus memilih yang mana? Kedua pilihan ini sama-sama dapat membuat aku pada akhirnya mati hanya waku saja yang membedakannya.

  Aku menyesal mengapa dia singgah didalam hidupku, mengapa dia memberikanku kebahagiaan yang pada akhirnya akan menaburkan luka yang begitu sangat perih. Aku mengetahui itu, jika akulah penyebab utamanya dia pergi. Aku terlalu memaksakan kehendakku, aku tidak pernah memikirkan akan dampak yang akan terjadi pada dirinya.. aku membenci diriku, aku merasa selalu dibaayang-bayangi dengan rasa bersalah. Meskipun papa dan mama telah berulang kali mengatakan ini bukanlah kesalahanku, hanya takdir saja yang menghendaki ini semua. Tapi aku tetap tidak percaya, aku percaya dengan takdir. Tapi takdir terjadi dikarenakan atas suatu tindakan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Dengan kata lain, akulah yang menyebabkan takdir itu terjadi.

   Aku dan dia memiliki kenangan-kenangan yang begitu indah, dia selalu mengisi ruang kekosongan didalam hidupku. Senyumnya, candanya, perhatiannya membuat aku larut. Awalnya aku sangat tidak menyukainya, karena pada saat itu dia adalah murid baru disekolahku. Gayanya yang sok sebagai orang genius itu yang sangat aku benci, dan ketika pada saat jam pelajaran dia selalu cari perhatian kepada guru dengan cara mengerjakan dan mencawab setiap soal dan pertanyaan dari guru, padahal itukan jatah aku, akulah murid yang paling pintar disekolah. Aku sangat membenci jika ada yang dapat menandingiku baik itu cwe maupun cow. Tapi dia telah merubah semuanya dia telah merebut posisiku disekolah. Guru-guru udah enggak respect ama aku. Dia juga berhasil menjadi idola baru disekolah. Dan aku semakin tidak tahan dengan ini semua, jadi ketika waktu istirahat aku manghampirinya di perpustakaan.
“hey Tyo… sebenermya apasih maksud lo ?”
“maksut apa ya”
“halah.. lo jangan pura-pura gak tau, lo udah rebut posisi gue di sekolah ini, sebenarnya lo gak harus pindah kesekolah ini, itu sama aja lo telah ngerebut hak kebahagiaan orang lain”
“hak dan kebahagiaan orang lain? Aku gak pernah ngelakuin itu”
“apa lo bilang lo gak pernah ngelakuin itu? Jadi yang sedang lo lakuin ini sekarang apa? Lo udah rebut posisi gue sebagai murid paling pinter disekolah ini dan lo juga udah rebut perhatian guru-guru dari gue”    aku tidak mengerti pesona apa yang telah dipancarkannya, sehingga aku tak mampu untuk melanjutkan unek-unekku lagi terhadapnya, dan tanpa disadari air mata ini telah membasahi pipiku.. aku sangat shock dengan kejadian itu aku tidak dapat mengontrol emosiku dengan baik.. aku benci air mata dan aku sangat jarang untuk menangis, aku membenci sebuah tangisan karena aku merasa jika airmata dapat menjadi simbol kelemahan manusia.. aku langsung pergi darinya, dengan kata-kata terakhirku
 “puas lo kan!!”

   Tapi begitu aku  akan meninggalkannya dia langsung menarik tanganku dan memelukku. Aku tidak dapat memberi respon apa-apa, aku merasa jika dunia telah berhenti untuk sesaat. Dan aku sadar jika aku sedang berada dipelukannya.   “lo….? lepasin gue”
“enggak Ria, aku gak akan lepasin kamu sebelum kamu mau dengarin penjelasan dari aku”
“apa lagi yang lo mau jelasin, ini udah cukup untuk menjadi penjelasan, sekarang lo lepasin gue, sebelum gue teriak”
“teriak aja, toh ntar kamu juga yang malu”
“ok. I’ll hear your explain. puas loh? "
“that’s good baby”  dia langsung melepaskan pelukannya dari diriku dan kami duduk dikursi didekat pintu perpus.
“Ria, aku gak pernah bermaksud untuk merebut hak dan kebahagiaan kamu, karena Tuhan telah menentukan setiap hak dan kebahagiaan manusia, jadi buat apa aku merebutnya dari kamu”

   “ya.. Tuhan telah memberikan hak dan kebahagiaan kepada setiap manusia, namun hak dan kebahagiaan itu gak datang dengan sendirinya dari langit. Pasti membutuhkan usaha dan kerja keras jika ingin memiliki itu. Dan lo telah melakukan usaha lo untuk memperoleh kebahagiaan dengan cara merebut kebahagiaan orang lain”
“aku engggak pernah melakukan itu.. dan aku gak memiliki rencana untuk melakukan itu, aku hanya mengikuti setiap prosedur yang telah ditetapkan dan apa itu salah jika aku melaksanakannya?

“tapi cara lo itu berlebihan”
“ok Ria, aku enggak mau ribut sama kamu, dan boleh jujur hati aku merasa sakit jika melihat kamu menangis, dan aku akan mengurangi caraku jika itu menurut kamu berlebihan”
“oklah jika lo mau nyadar”      dan karena kejadian itu kamipun semakin dekat, dia juga jarang menjawab pertanyaan dari guru sebelum aku yang menjawab pertanyaan tersebut dan pada akhirnya peringkat satu masih berhasil aku pertahankan dan dia memperloleh peringkat dua. Kami sering belajar bareng, jalan bareng dan ketika disekolah kami digosipin sedang pacaran. Aku enggak tau apa hubungan kami itu disebut sebagai pacaran, dan tidak pernah ada kata-kata cinta diantara kami. Kami hanya saling berbagi aku selalu curhat kepadanya jika aku dirumah dilarang mama untuk minum ice karena penyakit aku yang menurut aku gak berbahaya hanya Amandel. Tapi setiap aku curhat ama dia tentang itu dia selalu berada dipihak mamaku.. tapi anehnya jika mama melarangku untuk minim ice masih aku tentang tapi jika dia yang melarangnya aku langsung menuruti kata-katanya. Aku juga bingung…   dia sih… fisikly lumayan. jadi wajar aja jika cwe-cwe disekolah suka gosipin dia, tapi anehnya dia gak mau bergaul dengan orang lain disekolah selain denganku.
Pagi itu kami janji mau berangkat bareng kesekolah, pukul 06:30 aku sudah berangkat dari rumah dan seperti biasa aku menunggunya di depan komplek rumah aku, rumah kami jaraknya tidak begitu jauh hanya beda satu komplek, jadi ketika ingin pergi bersama aku selalu menunggunya disitu. 20 menit aku menunggunya tapi dia masih belum kelihatan diujung jalan, sampai 35 menit berlalu dan dia juga belum kelihatan. Dengan perasaan yang sangat kecewa+marah aku mengayuh sepedak dengan kencang.. “aku paling benci jika dikecewakan, pasti dia udah bareng cwe lain berangkat kesekolah sampe-sampe lupa sama aku, awas aja jika ketemu aku disekolah” kata-kata itulah yang selalu aku ucapkan sepanjang jalan sampai tiba disekolah. Aku langsung menuju kekelas, dan ketika tiba di kelas dia belum berada dikelas itu berarti dia belum datang, karena jika dia sudah datang dia pasti langsung menuju kekelas dan berdiam diri di bangkunya. tapi kali ini dia gak ada sampai pada saat jam pelajaran dimulai. Bu Tesya menanyakan dia “loh Tyo kemana?”
“gak tahu buk, tanya aja tuh ama pacarnya” jawab temanku yang lain
“tyo kemana Ria?”    “gak tau buk bukan urusan saya”   langsung semua teman-teman pada bisik-bisik, gak tau apa yang sedang mereka bicarakan…

   Keesokan harinya Tyo juga enggak datang kesekolah dan masih gak ada kabar darinya. Sampai 4 hari telah berlalu semuanya pada tidak mengetahui kabar tentang Tyo, aku semakin marah.. kenapa Tyo gak kasi kabar ke aku? Aku putuskan pulang sekolah kerumah dia, aku merasa aneh.. mengapa rumah dia sangat sepi, dan hanya ada pembantunya dirumah.
“bi… “     “iya neng”       “Tyo nya ada?”
“e..e..e..”      “e..e.. apa bi? Aku tanya tyo nya ada”
“e..e… ada neng”   “panggilin dia bilang aku nyariin dia!”
“tapi den Tyo nya bilang gak mau diganggu.”       “termaksud sama aku juga?”
“iya..”     “bi.. tolong sampein ama Tyo jika dia gak jemput aku di sekolah besok, aku gak akan mau ketemu ama dia lagi” aku langsung pulang sambil marah-marah gak jelas dijalan”
Dan keseokkan harinya,   bel pulang pun telah berbunyi, aku langsung mengambil sepedaku di parkiran aku langsung menuju pos satpam disinilah tempat dimana kami bertemu jika ingin pulang bersama. Aku menunggu Tyo, aku sangat yakin jika hari ini Tyo  bakalan nemuin aku karena Tyo tau banget sifat aku. Aku gak suka jika aku dikecewakan dan aku bakalan enggak pernah maafin seseorang yang udah buat aku kecewa. Aku merapikan rambut aku yang sedikit acak-acakan aku udah siapin ekspresi jika Tyo ntar nyamperin aku. Aku pengen pasang wajah kangen tapi kesannnya marah. Dari tadi malam aku udah pikirin tentang ini, aku juga pengen jika kesannya natural. Tapi sepertinya aku bakalan marah beneran sama Tyo karena udah satu setengah jam aku nungguin dia tapi dia gak kunjung juga datang. Pada saat itu sekolah udah sepi hanya tinggal pak satpam aja yang lagi keliling-keling sekolah. Aku ngerasa jika aku telah diserang oleh ribuan serangga yang membuat semua tubuhku terasa perih. Sampe-sampe perihnya kemata, mataku tanpa bisa diajak berunding langsung ngeluarin air mata. Aku membencinya sejak mengenalnya aku sering mengeluarkan air mata. Siapa sih dia? Kenapa dia bisa membuat aku menjadi seperti ini. Dengan kekecewaan yang begitu sangat membara aku langsung mengayuh sepeda dan langsung pulang.  Ketika aku sedang didalam pejalanan aku melihat sekerumunan orang sedang mengerumuni seseorang mungkin dia korban dari tabrak lari, aku tidak terlalu memperdulikan hal itu karena aku merasa jika aku sedang mengalami suatu masalah yang lebih penting lagi. Aku terus mengayuh sepeda dengan cepat aku berjanji tidak akan mengingat dan menanti dia lagi. pikiran akan dirinya telah aku buang di tempat sampah sekolah sehingga bayangan akan dirinya tidak akan aku bawa hingga kerumah.

   Bantingan pintu yang begitu sangat keras membuat mama sangat terkejut, sehingga mama menghampiriku di kamar. “sayang, kamu kenapa?”
 “aku gak pa-pa mah, aku Cuma mau sendiri”    “oh yaudah itu ayam goreng kesukaan kamu udah mama siapin jangan lupa makan ya!”      aku tidak memperdulikan apa yang dibilang mama, yang aku rasakan sekarang hanya bingung aku telah membuang semua tentang dirinya tadi ditempat sampah sekolah, tapi kenapa aku sampai sekarang masih memikirkan akan dirinya? tapi aku gak perduli aku harus segera melupakannya. Aku pun terlelap tertidur dengan posisi masih menggunakan pakain sekolah dan sepatu yang masih aku kenakan, sekarang jam telah menunjukan pukul empat dan akupun terbangun dari tidur yang singkat ini aku melihat ponselku 8 panggilan tidak terjawab dan satu pesan, aku mengabaikan pesan masuk diponselku dan  aku melihat ternyata yang nelfon adalah ibu Tesya wali kelas aku, hemh… “tumben nih Ibu guru nelfon, apa lagi kebanyakan pulsa kali ya..” aku langsung meletakkan ponsel diatas tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi.. “ngerasa fresh banget udah siap mandi aku merasakan jika tyo telah hilang dan pergi menjauh dari hidupku bersama dengan kuman-kuman yang telah aku siram dengan air hangat, dan dia sekarang telah pergi keselokan… “Tyo, denger nih kata-kata gue, gue gak bakalan inget lo  lagian buat apa lo gue ingat toh lo aja gak inget ama gue”  aku berulang kali mengatakannya sambil mengambil ponselku tadinya mau dengerin lagunya justin bieber yang beauty and a beat tapi sebelum aku menuju menu music ada satu pesan yang menghalangiku terpaksa aku buka dulu deh pesan tersebut. “Assalamualaikum Ria, ini bu Tesya ibu Cuma mau ngucapin turut berduka cita, yang sabar ya! Sesuatu yang datangnya dari Allah akan kembali juga padanya”  serrrr…. Darah dan jantungku bereaksi dengan bersamaan sehingga membuat aku sedikit sulit untuk bernapas. Aku sangat bingung dengan pernyataan Ibu Tesya ini aku langsung menelfonnya untuk menjawab atas rasa bingung dan penasaran aku ini. “halo bu, saya gak mengerti atas pesan yang ibu kirimkan kepada saya, apakah ibu bisa menjelaskannya?” 

   “loh.. emang nya kamu belum mendapat kabar ya?”     “kabar apa bu? Please deh jangan buat Ria jadi tambah penasaran langsung aja to the point buk!”   “begini Ria, Tyo telah tiada”   telah tiada? apa yang sedang dimaksudkan oleh guru ini, aku semakin tidak sabar atas info yang sama sekali gak jelas ini, aku ingin mengakhiri panggilan ini, tapi melihat disisi lain jika dia adalah wali kelasku. “buk, sebelumnya maaf ya.. saya udah gak mau ngebahas tentang TyO lagi, dan Tyo emang udah tiada dari hidup saya, jadi tidak ibu beri tahu saya juga sudah tau karena saya yang telah menyebabkan Tyo tiada…. “     langsung saja kata-kata ku dipotong sama guru ini.   emang dasar gak sopan orang lagi bicara udah seenaknya dipotong-potong emang cake apa..   “tunggu Ria, ibu belum selesai bicara dan ibu yakin jika kamu tidak mengetahui berita duka ini, jadi ibu mohon dengerin Ibu… Tyo telah meninggal dunia tadi siang pukul 02:00 dan ia meninggal ketika sedang bersepeda. menurut otopsi dokter dia meninggal karena penyakit yang telah dideritanya sejak lama yaitu kanker darah, dokter telah memvonis nya jika dia tidak akan lama lagi hidup didunia ini, segala macam cara telah dilakukan termasuk mengistirahatkan nya secara total dirumah, namun dia melanggar ini dia malah bersepeda sehingga naas telah menjemputnya”

   …. Aku hanya bisa terdiam bersama dengar airmata yang telah membasahi pipiku, aku tak mampu berkata apa-apa namun aku tetap berusaha untuk mengumpulkan seluruh tenaga yang tersisa pada saat itu, akhirnya aku berhasil menanyakan satu pertanyaan “bu.. Tyo meninggal  saat bersepeda dimana?”   “di jl. Teuku Umar, dan sekarang beliau sedang menuju ke Banjarmasin karena beliau berpesan ingin dimakamkan disana bersama dengan Alm kakek dan neneknya”       ponselku langsung terjatuh dan aku tidak memperdulikan keadaan sekitar lagi, aku hanya dapat menangis… aku merasa sangat bersalah  Tyo Meninggal karena aku, aku lah yang menyebabkannya meninggal, jika saja aku tidak ngotot untuk bertemu denganya sehabis pulang sekolah pasti ini tidak akan terjadi, pasti dia tidak melanggar apa yang telah di sarankan oleh dokter, pasti dia masih bisa beristirahat dirumah, pasti kami akan bertemu lagi, pasti dia tidak akan meninggal secepat ini.. aku membenci sangat membenci diriku, aku membenci akan kata – kata yang mengataknnya telah tiada dari hidupku dan telah pergi bersama kuman-kuman itu.. aku seharusnya tidak mengatakan itu sekarang kata-kata itu benar menjadi kenyataan aku bahkan tidak  dapat  melihatnya untuk yang terakhir kali, kegeoisan yang tak pernah habis ini yang pada akhirnya menyebabkan suatu penderitaan yang begitu panjang, kesenangan yang hanya dapat dirasakan untuk beberapa saat mengakibatkan penderitaan yang berkepanjangan.



Tidak ada komentar: